Dari sini kami mengerti

Beberapa hari yang lalu untuk pertama kalinya kami mengenal kehidupan baru. Kami dari kelas mata kuliah Perekonomian Indonesia kelas AA berangkat ke salah satu desa yang bernama Putukrejo.Dusun PutukRejo adalah salah satu dusun yang ada di kecamatan Kalipare, Malang Selatan. Kami ditugaskan untuk melakukan pengabdian. Kami diminta untuk belajar bagaimana hidup di desa itu. Sebelumnya belum pernah terlintas dipikiran akan ada mata kuliah yang memberikan tugas seperti ini.
Pada hari Jum’at sekitar jam 15.30 kami berangkat dengan menggunakan kendaraan milik militer yang berbentuk seperti truk. Kami sampai didesa tersebut sekitar jam 7 malam. Keadaan didesa tersebut saat malam sangat minim dengan listrik, tidak ada lampu jalan, lampu jalan hanya berada di perempatan saja selebihnya hanya mengandalkan seberkas vahaya dari rumah warga.
Kami ditempatkan di masing – masing rumah warga yang keadaannya cukup sederhana, lantai beralaskan tanah dan kamar mandi sederhana yang jauh dari kata kemewahan. Saya ditempatkan dirumah seorang janda tua bernama mbah Musinem. Beliau hidup sendiri di rumah yang dibangun oleh salah satu cucunya. Mbah Musinem memilki dua orang anak laki – laki dan perempuan, dimana anak yang perempuan sudah lama meninggal dunia. Beliau mengalamai masalah pendengaran sehingga ketika bicara kami harus menegeluarkan suara yang lantang dan mendekat ke arah telinga. Beliau juga berjalan dengan membungkuk. Tatkala ditanya tentang umur beliaupun tidak mengetahuinya, ditandai dengan peristiwa bencana alam atau apapu beliau tidak mengetahui, kalau bisa dibilang mungkin umurnya berkisar 90 tahun. Namun dalam hal kesehatan beliau masih bisa dibilang sehat untuk umur yang sudah hampir seabad.
Kegiatan beliau tidak banyak dirumah, hanya bersih – bersih dan merawat 3 kucing yang beliau menyebutnya “ingon – ingone kanjeng nabi” *peliharaan kanjeng nabi*. Beliau juga tidak memiliki ladang atau hewan ternak, sehingga untuk makan setiap harinya beliau bergantung kepada cucu – cucunya yang juga tinggal di satu dusun yang sama. Beliau tidak seperti wanita jawa pada umumnya yang menguyah sirih, mbah musinem adalah seorang perokok aktif, beliau lebih suka merokok dari pada mengunyah sirih. Beliau mengatakan bahwa itu hal yang jorok karena mulutnya akan berwarna merah dan kotor, sehingga beliau tidak cantik lagi. Mbah musinem merupakan pribadi yang lugu dan lucu.
Di hari kedua kami membersihkan rumah saja karena memang seperti itu kebiasaan mbah musinem. Kebetulan pada hari itu adalah hari peringatan 2 tahun meninggalnya anak perempuannya. Kami membantu memasak untuk persiapan acara “slametan” itu. Cara memasak yang menggunakan kayu sehingga bau asap menguar kemana – mana.  Hal ini merupakan hal yang baru, karena saya pribadi sebelumnya tidak biasa memasak menggunakan kayu bakar. Asap yang ada membuat mata sangat perih dan nafas terengah – engah. Didesa ini ketika ada acara seperti ini tetangga akan berdatangan untuk membantu memasak atau memberikan bantuan berupa sembako. Dan kemudia nanti sebelum acara habis maghrib, sekitar jam 4 sore akan diantarkan makanan ke tetangga tetangga daerah sekitar rumah.
Sore hari terdapat kegiatan TPQ bersama anak – anak disalah satu masjid.  Kegiatannya berupa pengenalan profesi dengan tujuan agar mereka memiliki cita – cita yang tinggi dan bisa meraihnya. Pengenalan profesi dilakukan oleh setiap mahasiswa yang ada, 2 orang mahasiswa mengenalkan 1 profesi untuk mereka. Diselingi dengan canda tawa yang menghibur mereka. Kemudian acara selanjutnya anak – anak diarahkan untuk membuat celengan untuk menabung. Tujuannya yaitu untuk mengenalkan apa itu menabung dan gaya hidup hemat. Anak – anak dibentuk kempompok yang kemudian dipersilahakn untuk menggambar di kertas yang sudah kami sediakan. Mereka menggambar beraneka ragam seperti rumah, hewan dan lain – lain. Kemudian dari kelompok – kelompok tersbebut akan dipilih gambar – gambar yang terbaik untuk bisa ditempelkan di botol plastik kosong sebagai celengannya. Anak – anak begitu bahagia ada yang senang ada yang menangis karena gambarnya tidak terpilih untuk di tempel. Setelah acar selesai, kami berbagi kepada anak – anak berupa buku – buku cerita agar mereka lebih termotivasi lagi untuk membaca dan menambah ilmu.
Dimalam hari kegiatan kami berbincang lagi dengan mbah, dan beliau memberi petuah petuah kepada kami agar kuliah yang benar jangan sampai menjadi buruh. Yang sangat saya ingat adalah ketika beliau berkata bahwa beliau bahagia bisa tidur beralaskan kasur meskipun disaat usia senja beliau baru menikmatinya. Saat muda beliau tidur diatas papan yang dialasi karung goni. Beliau juga menceritakan kepada kami bahwa dia sangat senang karena anak cucunya bisa menikmati tidur di atas kasur ketika mereka masih muda. Kami patut bersyukur dengan kemudahan yang kami dapatkan atas segala fasilitas, untuk makan kami tinggal ambil tidak perlu bekerja, untuk mandi kita hanya perlu memutar karan tanpa harus mengambil di sumur dengan ember. “Nak, keberuntunganmu dilahirkan dimanfaatkan, jangan disia – siakan. Banggakan orang tua, jadi orang yang ada. Jangan seperti mbah, mbah ini dulu cuma buruh yang disuruh – suruh”. 
Hari Ketiga, pagi – pagi sekali anak perempuan berkumpul untuk memasak bersama dna anak laki – laki melakukan kerja bakti di Krajan lain. Untuk ke pasar kami menempuh jarak yang cukup jauh, di daerah Putukrejo memang terdapat pasar namun pasar itu sudah tidak beroperasi lagi. Kami memasak di bantu ibu kepala dusun untuk mempersiapkan makanan untuk kami. Dan tempat kamu untuk memasak adalah rumah yang saya tinggali. Saat memasak pun saya teringat perkataan mbah, “kalau makan tinggal ambil tidak perlu bekerja”.  Setelah makanan siap dan beberapa di antarkan ke tetangga ada satu hal yang saya ingat. Kami pergi kesalah satu rumah warga. Saat itu ada mbah yang sudah sepuh juga seumuran mbah musinem. Karena saya mengantar makanan dengan Wella yang bukan berasal dari Jawa jadi saya yang berkomunikasi. Saat pamit beliau melihat saya dengan dalam dan berkata kalau saya sangat mirip dengan cucunya,tetapi sekarang cucunya sangat jarang berkunjung ke rumahnya dia berada di luar kota, saat hendak beranjakpun beliau masih mencoba menahan dan melihat mata saya tatapannyua begitu dalam padahal saya baru bertemu sekali dengan mbah ini.

Setelah selesai kami melakukan makan siang di salah satu rumah kosong di sebelah rumah saya. Kemudian kami kembali ke rumah masing – masing, tidak tahu mengapa hal ini seperti berat. Mbah sangat menerima kami diawal, beliau juga bertanya kenapa kami hanya beberapa hari saja disini. Kami juga menyampaikan pesan agar beliau banyak istirrahat dan mengurangi konsumsi rokok dan kopi, karena selama kita tinggal disana mbah semapt mengeluh pusing dan sakit. Mbah juga berpesan kalau kami libur sekolahnya berkunjung lagi kesana, mbah minta ditemani. Mbah suka bercerita, belum semua mbah ceritakan ke kami. Banyak pelajaran yang kami dapatkan dari warga desa Putukrejo, khususnya mbah Musinem. Beliau secara tidak langsung juga mengajarkan kepada bagaimana memperlakukan orang tua dengan baik, sabar dan tidak mengeluh akan keadaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POTENSI SASARAN INDUSTRI DI KABUPATEN NGANJUK

Relasi dalam Dunia Usaha

Kening